1. Pendahuluan.
Latar belakang permasalahan. Penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkoba telah menunjukkan kecenderungan yang terus meningkat di negeri ini. Berawal dari dijadikannya sebagai tempat transit dalam mata rantai perdagangan gelap narkoba. Dalam perkembangannya Indonesia kini telah dijadikan tempat pemasaran, produksi dan eksportir gelap Narkoba, yang dilakukan oleh mafia Narkoba. Dengan jaringan yang didukung peralatan canggih.
Lebih memprihatinkan lagi adanya produsen melibatkan masyarakat yang terlilit kemiskinan. Sejumlah perempuan sebagai kurir peredaran gelap Narkoba, dengan modus operandi sebagai isteri kontrak oleh bandar Narkoba. Kondisi ini lambat laun akan merongrong eksistensi peradaban bangsa ini. Berdasarkan karakteristiknya kejahatan Narkoba ini telah mengancam ketahanan dan keamanan nasional. Bisnis ini telah menyeret semua bangsa ke berbagai persoalan kehidupan seperti sosial, ekonomi dan keamanan nasional.
Fenomena di atas mengindikasikan kejahatan Narkoba memanfaatkan kondisi kemiskinan dan kebodohan bangsa ini. Mudah dieksploitasi oleh pihak-pihak mafia. Membuat mudahnya masyarakat tergoda untuk menjajakan barang haram. Mudah terjerumus mencari jalan pintas, tak peduli terhadap pelanggaran hukum yang akan menyeretnya ke dunia kelam.
Disadari bahwa penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkoba dapat menimbulkan dampak negatif yang begitu luas di berbagai lini kehidupan. Baik kesejahteraan, perekonomian, sosial, politik, dan keamanan. Untuk itu kebijakan pemerintah dengan membangun institusi BNN, sangat relevan. Di sinilah letak tantangan bangsa beradab untuk memberantas Narkoba .
Korban kejahatan ini cenderung bersifat massal. Karakteristik kejahatan terhadap kepentingan publik menimbulkan daya rusak dahsyat. Kejahatan yang nyata-nyata merugikan Negara. Terlebih ketika komponen bangsa goyah integritasnya dan semakin tak berdaya menanggulangi dan merehablitasinya.Menurut estimasi yang terjadi di dunia ini jumlah penyalahguna Narkoba dunia sebesar 5 % dari populasi penduduk dunia (kurang lebih 200 juta jiwa) dengan perincian) ; pertama, penyalahguna ganja 162,4 juta jiwa, kedua, Amphetamin Tipe Stimulant (ATS) yang terdiri Shabu, ekstasi dan amphetamine. 35 juta jiwa (terdiri dari shabu 25 juta jiwa dan ekstasi 10 juta jiwa), ketiga, kokain 13,4 juta jiwa, keempat, opiate 15,9 juta jiwa. UNODC (United Nation Office on Drug and Crime ) juga mengungkap bahwa estimasi jumlah perokok di dunia sebesar 28 % dari total populasi penduduk dunia. Peningkatan jumlah penyalahguna Narkoba akan meningkat.)
Bahaya Narkoba secara nasional sudah sangat memprihatinkan,) jumlah pemakai Narkoba pada tahun 1998 adalah 1,3 juta orang dan tahun 2001 menjadi 4 juta orang atau (2% dari jumlah penduduk). Dalam kurun waktu 3 tahun pemakai Narkoba meningkat 300%. Dari jumlah pemakai tersebut 80-90% adalah pada usia produktif yaitu 15-25 tahun. Sedangkan data BNN tahun 2008, jumlah kasus Kejahatan Narkoba pada periode berjalan, dalam 4 tahun terakhir (2005-2008) tercatat sebesar 85.596 kasus dengan angka peningkatan rata-rata 22,3% per tahun. Sedang jumlah tersangka yang ditangkap dalam kurun waktu tersebut sebanyak 135.278 orang dengan rata-rata peningkatan per tahun sebesar 25,6% dimana sekitar 76,5 % pelaku termasuk golongan usia produktif (16-40 tahun).
Berdasarkan barang bukti Narkoba yang berhasil disita, dalam periode berjalan 2005-2008, antara lain : Jenis Narkotika, daun Ganja 206.927.300,1 gram, Pohon Ganja 3.633.761 batang, Hashish 5.761,4 gram, Heroin 65.638 kg, Kokain 2.902 gram. Jenis Psikotropika , Ekstasi 2.988.498 tablet, Shabu 3.370.660,7 gram, dan Daftar G 11.800.972 tablet.
Salah satu masalah terbesar dari penyalahgunaan Narkoba adalah penyebaran penyakit seperti : Hepatitis A, Hepatitis B, virus HIV/AIDS dan penyakit lainnya. Penyebaran penyakit itu dewasa ini secara luas dan cepat oleh adanya penggunaan Narkoba suntik tidak steril (intervena drug user’s—IDU’s). Terjadi epidemi ganda Narkoba dan HIV/AIDS.
Kejahatan Narkoba telah menjadi lahan bisnis sindikat dunia dan tak terpisahkan dari kejahatan internasional. Para pelaku seakan tak mengalami efek jera. Secara keseluruhan jumlah terpidana mati kasus Narkoba di Indonesia adalah 72 orang yang divonis oleh berbagai Pengadilan Negeri (PN). )
Seperti perdagangan obat-obatan terlarang (drugs trafficking), pencucian uang (money laundering), perdagangan manusia (trafficking in persons), dan sejenisnya. Perdagangan gelap Narkoba merupakan primadona bisnis kejahatan lintas batas Negara (transnationalcrime).
Konvensi PBB) , telah mengamanatkan tentang pembentukan The International Narcotic Control Board. Badan yang bertugas membatasi kegiatan produksi, distribusi, manufaktur dan penggunaan obat bius kecuali untuk keperluan di bidang pelayanan kesehatan dan pengembangan ilmu pengetahuan. Negara-negara anggota PBB mendukung kebijakan tersebut menitikberatkan pada sistem kontrol yang lebih ketat terhadap perdagangan obat-obat kimia dan farmasi.) Sedangkan United Nations Convention Against Illicit Traffic In Narcotic Drugs and Psychotropic Substances tahun 1988 merupakan titik puncak untuk memberantas pencucian uang dari kejahatan peredaran gelap narkotik dan psikotropika. Setiap Negara yang telah meratifikasi konvensi tersebut wajib melakukan kriminalisasi pencucian uang melalui peraturan perundang-undangan. Kenyataannya barang haram tetap saja beredar dengan cepat dan semakin meluas. Melalui Keputusan Presiden Nomor 17 tahun 2002, BNN menjadi ujung tombak pencegahan dan pemberantasan Narkoba di Indonesia. Menurut data yang dihimpun oleh lembaga ini, masalah penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkoba di Indonesia menunjukkan kecenderungan yang terus meningkat. Penyebarannya telah sampai pada batas-batas yang mengkhawatirkan kehidupan masyarakat, bangsa dan Negara.
Negeri ini kini bukan lagi sebagai transit, tetapi sasaran pemasaran, dan tempat produksi Narkoba oleh jaringan sindikat internasional.) Secara empirik, para penyalahguna Narkoba akan mengalami penyimpangan perilaku. Mulai dari instabilitas emosi, ketagihan, sakaw, tak mampu mengendalikan diri. Semakin tak mampu berpikir kritis, dan hidup disiplin. Over dosis dan kematian menjadi ancamannya. Perilaku mereka tertuju kepada pemenuhan Narkoba, dengan berbagai cara. Demi mendapatkan narkoba, tak jarang mereka mencuri, menjambret, menodong, merampok, bahkan menjual dirinya. Desakan inilah yang berdampak pada kriminalitas. Perubahan perilaku pecandu dapat diindikasikan anak yang rajin sekolah dan berprestasi berubah menjadi pembolos dan penurunan kemampuan akademisnya. Dari penurut menjadi pemberontak, jujur menjadi pembohong, hemat uang menjadi pemboros dan seterusnya. Ujung-ujngnya akan menggerus karakter manusia. Menurut Colondam, penyebab kecenderungan pribadi yang membuat menjadi pecandu adalah, ikut-ikutan, dorongan diterima teman sebaya, sulit menolak ajakan teman, dan ingin tampil lebih keren. Mereka akan semakin menjauh dari nilai-nilai kejujuran, keteladanan, sportifitas, disiplin, etos kerja, kemandirian, sikap toleransi, rasa malu, tanggungjawab, kehormatan serta martabat diri.
Keterpurukan terus merambat seiring dengan perilaku menyimpang ini. Warga bangsa akan menjadi rendah diri dalam pergaulan internasional. Semakin parah lagi hilangnya kepercayaan dunia. Gilirannya bangsa yang lemah dan selalu dijadikan sasaran empuk distribusi perdagangan gelap Narkoba dunia. Dampaknya akan lebih membuat terpuruknya para pecandu adalah stigma pecandu di masyarakat, negatif dan cenderung digeneralisasi. Setiap pecandu sebagai orang lemah, jahat, kriminal, dan bahkan sampah masyarakat. Kalangan masyarakat tidak sedikit yang menolak dan mengucilkannya. Meski mereka adalah korban yang butuh pertolongan bahkan nyata-nyata mereka sudah mengalami terapi dan rehabilitasi hingga sembuh total, dan sudah bertobat sekalipun. Tumbuhnya keresahan, dan hilangnya kepedulian masyarakat, terhadap merajalelanya penyalahguna Narkoba, semakin banyak pecandu. Kondisi inilah yang menjadi salah satu penyebab tumbuhnya stigma pecandu di masyarakat.
Dari uraian di atas, maka yang menjadi permasalahan pokok adalah sebagai berikut “Bagaimanakah mengatasi stigma Pecandu di Masyarakat?” dari permasalahan pokok ini, terdapat beberapa persoalan yakni : pertama, bagaimanakah kondisi pandangan masyarakat kita saat ini terhadap pecandu Narkoba? Kedua, faktor-faktor apa saja yang berpengaruh terhadap pandangan masyarakat terhadap pecandu Narkoba? Ketiga, kondisi pandangan masyarakat terhadap pecandu yang bagaimanakah yang diharapkan? Keempat, upaya-upaya apakah yang perlu dilakukan untuk mengatasi stigma pecandu Narkoba?
untuk penjelasan lebih lanjut silakan berkomentar atau e-mail a_kadarmanta@yahoo.com
Latar belakang permasalahan. Penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkoba telah menunjukkan kecenderungan yang terus meningkat di negeri ini. Berawal dari dijadikannya sebagai tempat transit dalam mata rantai perdagangan gelap narkoba. Dalam perkembangannya Indonesia kini telah dijadikan tempat pemasaran, produksi dan eksportir gelap Narkoba, yang dilakukan oleh mafia Narkoba. Dengan jaringan yang didukung peralatan canggih.
Lebih memprihatinkan lagi adanya produsen melibatkan masyarakat yang terlilit kemiskinan. Sejumlah perempuan sebagai kurir peredaran gelap Narkoba, dengan modus operandi sebagai isteri kontrak oleh bandar Narkoba. Kondisi ini lambat laun akan merongrong eksistensi peradaban bangsa ini. Berdasarkan karakteristiknya kejahatan Narkoba ini telah mengancam ketahanan dan keamanan nasional. Bisnis ini telah menyeret semua bangsa ke berbagai persoalan kehidupan seperti sosial, ekonomi dan keamanan nasional.
Fenomena di atas mengindikasikan kejahatan Narkoba memanfaatkan kondisi kemiskinan dan kebodohan bangsa ini. Mudah dieksploitasi oleh pihak-pihak mafia. Membuat mudahnya masyarakat tergoda untuk menjajakan barang haram. Mudah terjerumus mencari jalan pintas, tak peduli terhadap pelanggaran hukum yang akan menyeretnya ke dunia kelam.
Disadari bahwa penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkoba dapat menimbulkan dampak negatif yang begitu luas di berbagai lini kehidupan. Baik kesejahteraan, perekonomian, sosial, politik, dan keamanan. Untuk itu kebijakan pemerintah dengan membangun institusi BNN, sangat relevan. Di sinilah letak tantangan bangsa beradab untuk memberantas Narkoba .
Korban kejahatan ini cenderung bersifat massal. Karakteristik kejahatan terhadap kepentingan publik menimbulkan daya rusak dahsyat. Kejahatan yang nyata-nyata merugikan Negara. Terlebih ketika komponen bangsa goyah integritasnya dan semakin tak berdaya menanggulangi dan merehablitasinya.Menurut estimasi yang terjadi di dunia ini jumlah penyalahguna Narkoba dunia sebesar 5 % dari populasi penduduk dunia (kurang lebih 200 juta jiwa) dengan perincian) ; pertama, penyalahguna ganja 162,4 juta jiwa, kedua, Amphetamin Tipe Stimulant (ATS) yang terdiri Shabu, ekstasi dan amphetamine. 35 juta jiwa (terdiri dari shabu 25 juta jiwa dan ekstasi 10 juta jiwa), ketiga, kokain 13,4 juta jiwa, keempat, opiate 15,9 juta jiwa. UNODC (United Nation Office on Drug and Crime ) juga mengungkap bahwa estimasi jumlah perokok di dunia sebesar 28 % dari total populasi penduduk dunia. Peningkatan jumlah penyalahguna Narkoba akan meningkat.)
Bahaya Narkoba secara nasional sudah sangat memprihatinkan,) jumlah pemakai Narkoba pada tahun 1998 adalah 1,3 juta orang dan tahun 2001 menjadi 4 juta orang atau (2% dari jumlah penduduk). Dalam kurun waktu 3 tahun pemakai Narkoba meningkat 300%. Dari jumlah pemakai tersebut 80-90% adalah pada usia produktif yaitu 15-25 tahun. Sedangkan data BNN tahun 2008, jumlah kasus Kejahatan Narkoba pada periode berjalan, dalam 4 tahun terakhir (2005-2008) tercatat sebesar 85.596 kasus dengan angka peningkatan rata-rata 22,3% per tahun. Sedang jumlah tersangka yang ditangkap dalam kurun waktu tersebut sebanyak 135.278 orang dengan rata-rata peningkatan per tahun sebesar 25,6% dimana sekitar 76,5 % pelaku termasuk golongan usia produktif (16-40 tahun).
Berdasarkan barang bukti Narkoba yang berhasil disita, dalam periode berjalan 2005-2008, antara lain : Jenis Narkotika, daun Ganja 206.927.300,1 gram, Pohon Ganja 3.633.761 batang, Hashish 5.761,4 gram, Heroin 65.638 kg, Kokain 2.902 gram. Jenis Psikotropika , Ekstasi 2.988.498 tablet, Shabu 3.370.660,7 gram, dan Daftar G 11.800.972 tablet.
Salah satu masalah terbesar dari penyalahgunaan Narkoba adalah penyebaran penyakit seperti : Hepatitis A, Hepatitis B, virus HIV/AIDS dan penyakit lainnya. Penyebaran penyakit itu dewasa ini secara luas dan cepat oleh adanya penggunaan Narkoba suntik tidak steril (intervena drug user’s—IDU’s). Terjadi epidemi ganda Narkoba dan HIV/AIDS.
Kejahatan Narkoba telah menjadi lahan bisnis sindikat dunia dan tak terpisahkan dari kejahatan internasional. Para pelaku seakan tak mengalami efek jera. Secara keseluruhan jumlah terpidana mati kasus Narkoba di Indonesia adalah 72 orang yang divonis oleh berbagai Pengadilan Negeri (PN). )
Seperti perdagangan obat-obatan terlarang (drugs trafficking), pencucian uang (money laundering), perdagangan manusia (trafficking in persons), dan sejenisnya. Perdagangan gelap Narkoba merupakan primadona bisnis kejahatan lintas batas Negara (transnationalcrime).
Konvensi PBB) , telah mengamanatkan tentang pembentukan The International Narcotic Control Board. Badan yang bertugas membatasi kegiatan produksi, distribusi, manufaktur dan penggunaan obat bius kecuali untuk keperluan di bidang pelayanan kesehatan dan pengembangan ilmu pengetahuan. Negara-negara anggota PBB mendukung kebijakan tersebut menitikberatkan pada sistem kontrol yang lebih ketat terhadap perdagangan obat-obat kimia dan farmasi.) Sedangkan United Nations Convention Against Illicit Traffic In Narcotic Drugs and Psychotropic Substances tahun 1988 merupakan titik puncak untuk memberantas pencucian uang dari kejahatan peredaran gelap narkotik dan psikotropika. Setiap Negara yang telah meratifikasi konvensi tersebut wajib melakukan kriminalisasi pencucian uang melalui peraturan perundang-undangan. Kenyataannya barang haram tetap saja beredar dengan cepat dan semakin meluas. Melalui Keputusan Presiden Nomor 17 tahun 2002, BNN menjadi ujung tombak pencegahan dan pemberantasan Narkoba di Indonesia. Menurut data yang dihimpun oleh lembaga ini, masalah penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkoba di Indonesia menunjukkan kecenderungan yang terus meningkat. Penyebarannya telah sampai pada batas-batas yang mengkhawatirkan kehidupan masyarakat, bangsa dan Negara.
Negeri ini kini bukan lagi sebagai transit, tetapi sasaran pemasaran, dan tempat produksi Narkoba oleh jaringan sindikat internasional.) Secara empirik, para penyalahguna Narkoba akan mengalami penyimpangan perilaku. Mulai dari instabilitas emosi, ketagihan, sakaw, tak mampu mengendalikan diri. Semakin tak mampu berpikir kritis, dan hidup disiplin. Over dosis dan kematian menjadi ancamannya. Perilaku mereka tertuju kepada pemenuhan Narkoba, dengan berbagai cara. Demi mendapatkan narkoba, tak jarang mereka mencuri, menjambret, menodong, merampok, bahkan menjual dirinya. Desakan inilah yang berdampak pada kriminalitas. Perubahan perilaku pecandu dapat diindikasikan anak yang rajin sekolah dan berprestasi berubah menjadi pembolos dan penurunan kemampuan akademisnya. Dari penurut menjadi pemberontak, jujur menjadi pembohong, hemat uang menjadi pemboros dan seterusnya. Ujung-ujngnya akan menggerus karakter manusia. Menurut Colondam, penyebab kecenderungan pribadi yang membuat menjadi pecandu adalah, ikut-ikutan, dorongan diterima teman sebaya, sulit menolak ajakan teman, dan ingin tampil lebih keren. Mereka akan semakin menjauh dari nilai-nilai kejujuran, keteladanan, sportifitas, disiplin, etos kerja, kemandirian, sikap toleransi, rasa malu, tanggungjawab, kehormatan serta martabat diri.
Keterpurukan terus merambat seiring dengan perilaku menyimpang ini. Warga bangsa akan menjadi rendah diri dalam pergaulan internasional. Semakin parah lagi hilangnya kepercayaan dunia. Gilirannya bangsa yang lemah dan selalu dijadikan sasaran empuk distribusi perdagangan gelap Narkoba dunia. Dampaknya akan lebih membuat terpuruknya para pecandu adalah stigma pecandu di masyarakat, negatif dan cenderung digeneralisasi. Setiap pecandu sebagai orang lemah, jahat, kriminal, dan bahkan sampah masyarakat. Kalangan masyarakat tidak sedikit yang menolak dan mengucilkannya. Meski mereka adalah korban yang butuh pertolongan bahkan nyata-nyata mereka sudah mengalami terapi dan rehabilitasi hingga sembuh total, dan sudah bertobat sekalipun. Tumbuhnya keresahan, dan hilangnya kepedulian masyarakat, terhadap merajalelanya penyalahguna Narkoba, semakin banyak pecandu. Kondisi inilah yang menjadi salah satu penyebab tumbuhnya stigma pecandu di masyarakat.
Dari uraian di atas, maka yang menjadi permasalahan pokok adalah sebagai berikut “Bagaimanakah mengatasi stigma Pecandu di Masyarakat?” dari permasalahan pokok ini, terdapat beberapa persoalan yakni : pertama, bagaimanakah kondisi pandangan masyarakat kita saat ini terhadap pecandu Narkoba? Kedua, faktor-faktor apa saja yang berpengaruh terhadap pandangan masyarakat terhadap pecandu Narkoba? Ketiga, kondisi pandangan masyarakat terhadap pecandu yang bagaimanakah yang diharapkan? Keempat, upaya-upaya apakah yang perlu dilakukan untuk mengatasi stigma pecandu Narkoba?
untuk penjelasan lebih lanjut silakan berkomentar atau e-mail a_kadarmanta@yahoo.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar