Kamis, 07 Januari 2010

PERPOLISIAN MASYARAKAT DALAM TRUST BUILDING

SEGERA TERBIT BUKU BERJUDUL "PERPOLISIAN MASYARAKAT DALAM TRUST BUILDING"
DENGAN ISI BUKU

Kata Pengantar v
Daftar Isi ix

BAB I PENDAHULUAN 1
BAB II HAKEKAT POLMAS LANDASAN HUKUM DAN KOSEPTUAL 19
BAB III KULTUR POLISI VS KULTUR MASYARAKAT 43
BAB IV PARADIGMA POLISI MITRA MASYARAKAT 63
BAB V PERPOLISIAN MASYARAKAT DALAM TRUST BUILDING 79
BAB VI TRUST BUILDING DAN KINERJA POLISI 101
BAB VII HAMBATAN DAN SOLUSI DALAM IMPLEMENTASI 131
BAB VIII STRATEGI POLMAS DALAM TRUST BUILDING 147
BAB IX PENUTUP 161

DAFTAR PUSTAKA 173
INFORMASI TENTANG PENULIS 179

BAGI YANG BERMINAT DAPAT MENGHUBUNGI a_kadarmanta@yahoo.com atau hp 081318733361 / 087881328797

Selasa, 05 Januari 2010

KORUPSI DAN PEMBUSUKAN KULTURAL


Berbagai tragedi datang silih berganti, kian menohok nurani penghuni bumi pertiwi. Di tengah gejolak negeri yang bertubi, para birokrat dan elit mempertontonkan pesta pora dalam gelimang korupsi. Korupsi demi kepentingan pribadi dan kroni-kroni, sering dikemas dalam proyek demokratisasi, dan kepentingan rakyat, kian menyakiti hati dan menjadi serpihan embrio pembusukan kultural. Ditambah lagi lemah teladan para pemimpin negeri untuk hidup bersahaja, senasib dengan rakya. Jurang sosial, miskin-kaya kian menganga.
Mengeliminasi pembusukan kultural dengan nasionalisme yang kuat seakan telah tamat. Kepercayaan masyarakat akan kinerja birokrat, kian terkikis. Menengok antisipasi model Barat, membangun nasionalisme, dilakukan elit borjuis, intelektual dan penguasa. Menurut Kurt Mills, Nasionalisme sebagai konsep moderen produk Barat, sejak lahirnya dokumen Peace of Westpahalia abad ke-17. Nasionalisme menjalar dari kelompok elite, hingga akar rumput. Menurut Eric Hobsbawm nasionalisme kalangan bawah bisa berkembang di mana-mana, sifatnya omnipresent, tidak pernah hilang, siap muncul kapan saja saat situasi memanggil.
Dalam situasi bangsa yang krisis ini, seharusnya menjadi momen bangkitnya nasionalisme yang hebat. Ironisnya, justru korupsi kian merambah di berbagai lini. Teori Gunung Es, kasus korupsi yang muncul kepermukaan hanya mampu menyeret beberapa gelintir koruptor ke hotel prodeo. Bongkahan perilaku korup di bawah permukaan sangat dahsyat, siap menghancurkan negeri ini. Ungkapan ” Power tend to corrupt”, bukan isapan jempol, nyata-nyata terjadi. Pendapat J.Kristiadi, kekuasaan mempunyai dua wajah yaitu mempesona sekaligus menakutkan. Mempesona karena kekuasaan itu menimbulkan nikmat luar biasa. Menakutkan karena kekuasaan mempunyai daya rusak dahsyat bila diselewengkan.
Korupsi - Latin : Corruptio - busuk, rusak, menggoyahkan, memutar balik, menyogok . Menurut T I, : perilaku pejabat publik, baik politikus, politisi maupun pegawai negeri, yang secara tidak wajar dan tidak legal memperkaya diri atau kroni-kroni, dengan menyalahgunakan kekuasaan publik. Korupsi dapat dipicu oleh aspek individu pelaku yang tamak, lemah moral, rendahnya penghasilan, kebutuhan hidup mendesak, gaya hidup konsumtif, malas serta ajaran agama yang kurang diterapkan. Sedangkan aspek organisasi, kurang keteladanan pimpinan, lemahnya akuntabilitas, dan pengendalian sistem manajemen.
Klittgaard ( 1998 ), menegaskan korupsi adalah penyimpangan dari tugas-tugas resmi jabatan negara, demi keuntungan status atau uang yang menyangkut pribadi, atau melanggar aturan-aturan pelaksanaan. Pada jaman Yunani kuno, telah mengenal istilah corrupted mind ( Kian Gie, 2003), korupsi bukan melulu soal pencurian fulus, melainkan juga terkait dengan kebobrokan struktur mental yang menyebabkan degradasi moral.
Era Orde Baru, korupsi telah menjadi bagian tak terpisahkan dalam kehidupan sosial, ekonomi, dan politik. Bill Dalton dalam Darlis Darwis 1999, menyebutkan : “ Korupsi justru sudah dianggap sebagai cara hidup ( the way of life ) masyarakat Indonesia”. Celakanya, kemampuan mengatasi korupsi hanya berada di urutan ke -134. menurut hasil survei Transparancy International ( TI ) tahun 2006 terhadap 163 negara di dunia. Tingginya tingkat korupsi di Indonesia sudah mendapatkan komplain berbagai kalangan seperti Bank Dunia, komunitas bisnis Internasional, dan para ekonom liberal pasar bebas.
Korupsi merajalela telah membusukkan kultur, kian sulit diberantas tanpa kultur anti korupsi yang sehat. Sebelas modus korupsi yang dilansir Kompas/5/7/2008, meliputi pemberian bantuan; partisipasi; perjalanan; hubungan baik; perawatan kesehatan; kegiatan; apresiasi; pembuatan rancangan undang-undang; kegiatan kunjungan; untuk pemangku kepentingan; untuk uji kelayakan dan kepatutan; dan bantuan penempatan pegawai.
Menurut catatan Komunitas T I., modus korupsi yang mencakup; pemerasan pajak; manipulasi tanah; jalur cepat pembuatan KTP; SIM jalur cepat; Markup anggaran; Proses tender; dan penyelewengan penyelesaian perkara. Tengok saja institusi penegak hukum negeri ini betapa carut-marut, kian menambah litani keterpurukan. Sebagai penegak hukum telah membuat makin menipisnya kepercayaan masyarakat. Penyimpangan wewenang dan kekuasaan di sana-sini. ”Korban terbanyak dari praktik korupsi adalah rakyat miskin yang kian hari kian bertambah jumlahnya. Mereka yang tidak memberikan suap tak akan mendapatkan pelayanan yang baik”. ( kompas 7/12/2007 ).
Rapuhnya moralitas bangsa, sebagai dampak pembusukan kultural. Alasan klasik, kurangnya kesejahteraan. Dari waktu ke waktu kian menggerus kultur dan eksistensi negeri ini. Tren membangun partai, demi masuk jajaran elit birokrat, guna menggapai kursi kekuasaan. Ujung-ujungnya korupsi. Pembusukan kultural telah merasuk ke seluruh sumsum lini kehidupan.
Betapa amboradulnya elit birokrat, andil mengukir pembusukan kultural. Bertenggernya pelanggaran hak asasi, ketidakadilan, ketidakjujuran, arogansi kekuasaan, jual beli jabatan, suap dalam rekrutmen, dan pembinaan karier aparat. Yang dilansir Kompas 7 /12/ 2007, institusi polisi salah satu garda terdepan penegakan hukum, justru paling korup dibandingkan dengan 14 instansi publik lainnya.
Fenomena kebobrokan kultur elit, ditambah lambatnya mengatasi pembusukan kultural, sebagai ancaman terjadinya chaos bangsa ini. Kristalisasi nilai-nilai yang diwariskan oleh pendahulu bangsa sebagai nilai-nilai religius, gotong-royong, pelayanan kemanusiaan, keadilan sosial, persatuan, kemanusiaan, musyawarah serta keadilan sosial, telah luntur.
Kultur pelayanan, masyarakat dibuat jengah, ketika aparat pelindung rakyat, sewenang-menang menyerang kampus, bak kesetanan. Kultur toleransi serta merta dirobek oleh kekerasan, ketika FPI dengan beringas menyerbu AKKBB, dalam kasus Monas. Kasus serius, yang membuat pongah insan negeri yang tengah mereformasi diri. Kultur sosial dan gotong royong, punah ditelan individualisme. Kultur musyawarah demi mencapai mufakat terkikis habis dengan perilaku anarkhis. Kultur birokrasi yang melayani tergerus dengan arogansi dan kesewenang-wenangan aparat. Kultur demokrasi telah hancur dengan model otoriter. Pelayanan kemanusiaan telah kian dirongrong oleh kebrutalan aparat dan pelanggaran hak asasi manusia.
Tak ada solusi lain yang efektif kecuali bangsa ini membangun komitmen, dalam momen 100 tahun kebangkitan Indonesia. Model teladan budaya hidup bersih oleh seluruh pemimpin negeri ini, harus diwujudkan secara konsisten, bukan slogan kemunafikan belaka. Semangat nasionalisme yang kuat sebagai pijakan. Mulai dari yang paling kecil dan diri sendiri, seluruh masyarakat harus siap berubah, dalam budaya jujur, adil, demokratis dan menegakkan hukum serta hak asasi manusia. Berorientasi kepada ideologi bangsa yang mengandung kristalisasi nilai-nilai luhur bangsa, serta cita-cita mewujudkan masyarakat madani negeri ini. Semoga.






JUST THREE WORDS AN INSPIRATION BOOK

SEGERA TERBIT BUKU BERJUDUL "JUST THREE WORDS AN INSPIRATION BOOK"

I S I B U K U

Kata Pengantar v
Daftar Isi ix

PROLOG 1

Pertama Tiga Hal Dalam Hidup Yang Tak Dapat Kembali Lagi
(Waktu, kata-kata, dan kesempatan) 17
Kedua Tiga Hal Yang Dapat Menghancurkan Hidup (Nafsu, Keangkuhan, Dan Dendam) 27
Ketiga Tiga Hal Yang Tidak Boleh Hilang (Harapan, Keiklasan Dan Kejujuran) 33
Keempat Tiga Hal Paling Berharga Dalam Hidup Ini
(Kasih Sayang, Keluarga Dan Teman, Serta Kebaikan) 39
Kelima Tiga Hal Dalam Hidup Yang Tak Pernah Pasti
(Kekayaan, Kesuksesan, Dan Mimpi) 45
Keenam Tiga Hal Yang Harus Dipacu Guna Mewujudkan Manusia Berkualitas
(Knowledge, Skill, Dan Attitude) 53
Ketujuh Tiga Hal Yang Harus Diwujudkan Guna Mendukung Karakter Manusia (Komitmen, Ketulusan, Dan Kerja Keras) 61
Kedelapan Tiga Hal Yang Penting Dalam Membangun Organisasi Yang Efektif
Kreativitas, Energi, Dan Perubahan) 67
KesembilanTiga Hal Yang Harus Dijaga Keseimbangannya
Demi Mewujudkan Perilaku Humanis Dan Bermartabat
Naluri, Nalar, Dan Nurani) 75

EPILOG 81

Sumber Bacaan 93
Tentang Penulis 95

BAGI PEMBACA YANG BERMINAT SILAKAN HUBUNGI a_kadarmanta@yahoo.com atau hp 081318733361/ 087881328797

NARKOBA PEMBUNUH KARAKTER BANGSA

SEGERA TERBIT BUKU BERJUDUL "NARKOBA PEMBUNUH KARAKTER BANGSA"

DAFTAR ISI B U K U SEBAGAI BERIKUT :

BAB I PENDAHULUAN 1
BAB II HAKEKAT NARKOBA, SEJARAH, PENGERTIAN,
JENIS, DAN DAMPAKNYA 37
A. Hakekat Narkoba 37
B. Sejarah Narkoba 38
C. Pengertian 49
D. Jenis Narkoba 58
E. Dampak Positif Narkoba 64
F. Dampak Negatif Narkoba 65

BAB III PENDEKATAN PERILAKU PENYALAHGUNA NARKOBA DIKAITKAN P4GN 81
A. Pendekatan Faktor Penyebab Penyalahgunaan 84
B. Pendekatan Aspek Pencegahan Terhadap
Penyalahgunaan Narkoba 87
C. Pendekatan Aspek Perilaku 92
D. Penanggulangan Peredaran Gelap Narkoba 100

BAB IV KARAKTER BANGSA YANG UNGGUL 103
A. Manusia Berkepribadian 103
B. Manusia Makluk Individu 104
C. Manusia Makluk Sosial 105
D. Manusia Makluk Berakal Budi 106
E. Manusia Beretika dan Bermoral 106
F. Manusia Sebagai Makluk Bermartabat 107
G. Manusia dalam Tuntutan Dunia Global 109
H. Manusia Makluk Berkarakter 110
I. Karakter Manusia Yang Unggul 111
J. Manusia Paripurna, Telah Siap Menghadap
Sang Pencipta 112

BAB V NARKOBA PEMBUNUH KARAKTER BANGSA 133
A. Bangsa Indonesia Bangsa Berkarakter 133
B. Karakter Pekerja Keras dan Ulet 144
C. Karakter Aparat Penegak Hukum 145
D. Perilaku Pengedar Gelap Narkoba 147
E. Perilaku Penyalahguna Narkoba 148
F. Karakter Masyarakat Lingkungan
Penyalahguna Narkoba 150
G. Matinya Karakter Warga Masyarakat 151
H. Matinya Karakter Elit Negeri 152
I. Matinya Karakter Bangsa Yang Terlibat
Konspirasi 156

BAB VI PERMASALAHAN DAN SARAN SOLUSI DALAM PEMBERANTASAN NARKOBA 159
A. Bidang Pencegahan 160
B. Bidang Landasan Hukum 163
C. Bidang Penegakan Hukum 166
D. Bidang Pemutusan Jaringan 171
E. Bidang Terapi dan Rehabilitasi 174
F. Bidang Kelembagaan 176
G. Bidang Sumber Daya Manusia 178

BAB VII STRATEGI MEWUJUDKAN BANGSA YANG BEBAS DARI NARKOBA 181
A. Bidang Sumber Daya Manusia (SDM) 181
B. Bidang Anggaran 183
C. Bidang Material 183
D. Bidang Metode 184
E. Bidang Pencegahan 185
F. Bidang Pemberantasan Narkoba 210
G. Bidang Penanggulangan 212
H. Bidang Pembinaan Sumber Daya Manusia 220
I. Bidang Pembinaan Sumber Daya Dana 221
J. Bidang Sarana dan Prasarana 221
K. Bidang Metode 222
L. Bidang Perencanaan 233
M. Bidang Pendidikan Karakter 239

BAB VIII PENUTUP 241
A. Peran Elit Birokrat (Pemerintah) 251
B. Peran Masyarakat 252
C. Perlunya Mengembangkan Peran Sekolah 252
D. Peran Keluarga 253
E. Penegakan Hukum Kejahatan Narkoba 253
F. Keyakinan Akan Nilai-Nilai Religiusitas 254
G. Mewujudkan Kinerja Zero Defect Sebagai
Prinsip Utama 254
H. Sosialisasi Terhadap Ancaman Narkoba
Terhadap Jati Diri Bangsa 255
I. Mengikis Peredaran Gelap Narkoba Melalui
Pendekatan Hukum Penawaran dan Permintaan 256
J. Seluruh Komponen Masyarakat Bersama
Membangun Karakter Bangsa 257
K. Membangun Strategi Supply and Demand
Reduction 258
L. Membangun Kebijakan Publik 260
M. Program Alternative Development (Pembangunan
Alternatif/ AD) 261
N. Membangun Grand Strategy BNN di Bidang
P4GN 261
O. Menetapkan Skenario Perencanaan (Scenario
Planning) 262
P. Bidang Pendidikan Karakter 267

DAFTAR PUSTAKA 269
INFORMASI TENTANG PENULIS 275

YANG BERMINAT DAPAT MENGHUBUNGI a_kadarmanta@yahoo.com atau hp. no. 081318733361 atau 087881328797

Senin, 04 Januari 2010

UPAYA MENGATASI STIGMA PECANDU DI MASYARAKAT

1. Pendahuluan.

Latar belakang permasalahan. Penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkoba telah menunjukkan kecenderungan yang terus meningkat di negeri ini. Berawal dari dijadikannya sebagai tempat transit dalam mata rantai perdagangan gelap narkoba. Dalam perkembangannya Indonesia kini telah dijadikan tempat pemasaran, produksi dan eksportir gelap Narkoba, yang dilakukan oleh mafia Narkoba. Dengan jaringan yang didukung peralatan canggih.
Lebih memprihatinkan lagi adanya produsen melibatkan masyarakat yang terlilit kemiskinan. Sejumlah perempuan sebagai kurir peredaran gelap Narkoba, dengan modus operandi sebagai isteri kontrak oleh bandar Narkoba. Kondisi ini lambat laun akan merongrong eksistensi peradaban bangsa ini. Berdasarkan karakteristiknya kejahatan Narkoba ini telah mengancam ketahanan dan keamanan nasional. Bisnis ini telah menyeret semua bangsa ke berbagai persoalan kehidupan seperti sosial, ekonomi dan keamanan nasional.
Fenomena di atas mengindikasikan kejahatan Narkoba memanfaatkan kondisi kemiskinan dan kebodohan bangsa ini. Mudah dieksploitasi oleh pihak-pihak mafia. Membuat mudahnya masyarakat tergoda untuk menjajakan barang haram. Mudah terjerumus mencari jalan pintas, tak peduli terhadap pelanggaran hukum yang akan menyeretnya ke dunia kelam.
Disadari bahwa penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkoba dapat menimbulkan dampak negatif yang begitu luas di berbagai lini kehidupan. Baik kesejahteraan, perekonomian, sosial, politik, dan keamanan. Untuk itu kebijakan pemerintah dengan membangun institusi BNN, sangat relevan. Di sinilah letak tantangan bangsa beradab untuk memberantas Narkoba .
Korban kejahatan ini cenderung bersifat massal. Karakteristik kejahatan terhadap kepentingan publik menimbulkan daya rusak dahsyat. Kejahatan yang nyata-nyata merugikan Negara. Terlebih ketika komponen bangsa goyah integritasnya dan semakin tak berdaya menanggulangi dan merehablitasinya.Menurut estimasi yang terjadi di dunia ini jumlah penyalahguna Narkoba dunia sebesar 5 % dari populasi penduduk dunia (kurang lebih 200 juta jiwa) dengan perincian) ; pertama, penyalahguna ganja 162,4 juta jiwa, kedua, Amphetamin Tipe Stimulant (ATS) yang terdiri Shabu, ekstasi dan amphetamine. 35 juta jiwa (terdiri dari shabu 25 juta jiwa dan ekstasi 10 juta jiwa), ketiga, kokain 13,4 juta jiwa, keempat, opiate 15,9 juta jiwa. UNODC (United Nation Office on Drug and Crime ) juga mengungkap bahwa estimasi jumlah perokok di dunia sebesar 28 % dari total populasi penduduk dunia. Peningkatan jumlah penyalahguna Narkoba akan meningkat.)
Bahaya Narkoba secara nasional sudah sangat memprihatinkan,) jumlah pemakai Narkoba pada tahun 1998 adalah 1,3 juta orang dan tahun 2001 menjadi 4 juta orang atau (2% dari jumlah penduduk). Dalam kurun waktu 3 tahun pemakai Narkoba meningkat 300%. Dari jumlah pemakai tersebut 80-90% adalah pada usia produktif yaitu 15-25 tahun. Sedangkan data BNN tahun 2008, jumlah kasus Kejahatan Narkoba pada periode berjalan, dalam 4 tahun terakhir (2005-2008) tercatat sebesar 85.596 kasus dengan angka peningkatan rata-rata 22,3% per tahun. Sedang jumlah tersangka yang ditangkap dalam kurun waktu tersebut sebanyak 135.278 orang dengan rata-rata peningkatan per tahun sebesar 25,6% dimana sekitar 76,5 % pelaku termasuk golongan usia produktif (16-40 tahun).
Berdasarkan barang bukti Narkoba yang berhasil disita, dalam periode berjalan 2005-2008, antara lain : Jenis Narkotika, daun Ganja 206.927.300,1 gram, Pohon Ganja 3.633.761 batang, Hashish 5.761,4 gram, Heroin 65.638 kg, Kokain 2.902 gram. Jenis Psikotropika , Ekstasi 2.988.498 tablet, Shabu 3.370.660,7 gram, dan Daftar G 11.800.972 tablet.
Salah satu masalah terbesar dari penyalahgunaan Narkoba adalah penyebaran penyakit seperti : Hepatitis A, Hepatitis B, virus HIV/AIDS dan penyakit lainnya. Penyebaran penyakit itu dewasa ini secara luas dan cepat oleh adanya penggunaan Narkoba suntik tidak steril (intervena drug user’s—IDU’s). Terjadi epidemi ganda Narkoba dan HIV/AIDS.
Kejahatan Narkoba telah menjadi lahan bisnis sindikat dunia dan tak terpisahkan dari kejahatan internasional. Para pelaku seakan tak mengalami efek jera. Secara keseluruhan jumlah terpidana mati kasus Narkoba di Indonesia adalah 72 orang yang divonis oleh berbagai Pengadilan Negeri (PN). )
Seperti perdagangan obat-obatan terlarang (drugs trafficking), pencucian uang (money laundering), perdagangan manusia (trafficking in persons), dan sejenisnya. Perdagangan gelap Narkoba merupakan primadona bisnis kejahatan lintas batas Negara (transnationalcrime).
Konvensi PBB) , telah mengamanatkan tentang pembentukan The International Narcotic Control Board. Badan yang bertugas membatasi kegiatan produksi, distribusi, manufaktur dan penggunaan obat bius kecuali untuk keperluan di bidang pelayanan kesehatan dan pengembangan ilmu pengetahuan. Negara-negara anggota PBB mendukung kebijakan tersebut menitikberatkan pada sistem kontrol yang lebih ketat terhadap perdagangan obat-obat kimia dan farmasi.) Sedangkan United Nations Convention Against Illicit Traffic In Narcotic Drugs and Psychotropic Substances tahun 1988 merupakan titik puncak untuk memberantas pencucian uang dari kejahatan peredaran gelap narkotik dan psikotropika. Setiap Negara yang telah meratifikasi konvensi tersebut wajib melakukan kriminalisasi pencucian uang melalui peraturan perundang-undangan. Kenyataannya barang haram tetap saja beredar dengan cepat dan semakin meluas. Melalui Keputusan Presiden Nomor 17 tahun 2002, BNN menjadi ujung tombak pencegahan dan pemberantasan Narkoba di Indonesia. Menurut data yang dihimpun oleh lembaga ini, masalah penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkoba di Indonesia menunjukkan kecenderungan yang terus meningkat. Penyebarannya telah sampai pada batas-batas yang mengkhawatirkan kehidupan masyarakat, bangsa dan Negara.
Negeri ini kini bukan lagi sebagai transit, tetapi sasaran pemasaran, dan tempat produksi Narkoba oleh jaringan sindikat internasional.) Secara empirik, para penyalahguna Narkoba akan mengalami penyimpangan perilaku. Mulai dari instabilitas emosi, ketagihan, sakaw, tak mampu mengendalikan diri. Semakin tak mampu berpikir kritis, dan hidup disiplin. Over dosis dan kematian menjadi ancamannya. Perilaku mereka tertuju kepada pemenuhan Narkoba, dengan berbagai cara. Demi mendapatkan narkoba, tak jarang mereka mencuri, menjambret, menodong, merampok, bahkan menjual dirinya. Desakan inilah yang berdampak pada kriminalitas. Perubahan perilaku pecandu dapat diindikasikan anak yang rajin sekolah dan berprestasi berubah menjadi pembolos dan penurunan kemampuan akademisnya. Dari penurut menjadi pemberontak, jujur menjadi pembohong, hemat uang menjadi pemboros dan seterusnya. Ujung-ujngnya akan menggerus karakter manusia. Menurut Colondam, penyebab kecenderungan pribadi yang membuat menjadi pecandu adalah, ikut-ikutan, dorongan diterima teman sebaya, sulit menolak ajakan teman, dan ingin tampil lebih keren. Mereka akan semakin menjauh dari nilai-nilai kejujuran, keteladanan, sportifitas, disiplin, etos kerja, kemandirian, sikap toleransi, rasa malu, tanggungjawab, kehormatan serta martabat diri.

Keterpurukan terus merambat seiring dengan perilaku menyimpang ini. Warga bangsa akan menjadi rendah diri dalam pergaulan internasional. Semakin parah lagi hilangnya kepercayaan dunia. Gilirannya bangsa yang lemah dan selalu dijadikan sasaran empuk distribusi perdagangan gelap Narkoba dunia. Dampaknya akan lebih membuat terpuruknya para pecandu adalah stigma pecandu di masyarakat, negatif dan cenderung digeneralisasi. Setiap pecandu sebagai orang lemah, jahat, kriminal, dan bahkan sampah masyarakat. Kalangan masyarakat tidak sedikit yang menolak dan mengucilkannya. Meski mereka adalah korban yang butuh pertolongan bahkan nyata-nyata mereka sudah mengalami terapi dan rehabilitasi hingga sembuh total, dan sudah bertobat sekalipun. Tumbuhnya keresahan, dan hilangnya kepedulian masyarakat, terhadap merajalelanya penyalahguna Narkoba, semakin banyak pecandu. Kondisi inilah yang menjadi salah satu penyebab tumbuhnya stigma pecandu di masyarakat.
Dari uraian di atas, maka yang menjadi permasalahan pokok adalah sebagai berikut “Bagaimanakah mengatasi stigma Pecandu di Masyarakat?” dari permasalahan pokok ini, terdapat beberapa persoalan yakni : pertama, bagaimanakah kondisi pandangan masyarakat kita saat ini terhadap pecandu Narkoba? Kedua, faktor-faktor apa saja yang berpengaruh terhadap pandangan masyarakat terhadap pecandu Narkoba? Ketiga, kondisi pandangan masyarakat terhadap pecandu yang bagaimanakah yang diharapkan? Keempat, upaya-upaya apakah yang perlu dilakukan untuk mengatasi stigma pecandu Narkoba?

untuk penjelasan lebih lanjut silakan berkomentar atau e-mail a_kadarmanta@yahoo.com